Sejarah Musik Gereja
Erik Routley
menulis sesuatu yang menarik didalam bukunya Twentieth
Century Church Music : “Musik Gereja
telah mendapat perhatian yang serius dibanding dengan jenis musik yang lain,
karena terbukti bahwa para komposer musik gereja yang menuliskan karya-karya
untuk gereja adalah musikus yang hebat dan mempunyai kreativitas dan imajinasi
yang luar biasa. Di samping itu juga
masa dimulainya suatu musik (sesudah abad ke 16 merupakan masa konflik ) yang
mencoba melepaskan diri dari kekangan biara dan memulai suatu usaha untuk
menunjukkan jati dirinya sehingga dapat eksis bersama dengan seni yang
lain.” Pernyataan ini telah memberikan
suatu gambaran bahwa musik gereja telah melalui berbagai macam ujian untuk
eksis di dunia. Dan perjalanan yang
panjang ini membuktikan bahwa eksistensi Musik Gereja itu berkaitan dengan
perjalanan Gereja dan tidak dapat dipisahkan dengan gereja. Keterikatannya dengan Gereja yang terutama
adalah perannya dalam liturgi yang
dengan kalimat yang gamblang adalah fungsi dan tujuannya dalam ibadah Gereja. Itulah sebabnya Dr. Donald J. Hustad dalam
bukunya Jubilate mengungkapkan bahwa Musik Gereja adalah Musik Fungsional
(Functional Music).
Dalam hal ini berarti
tidak ada musik gereja yang netral, karena mempunyai visi dan misi yang jelas
terlihat melalui fungsi dan tujuannya.
Juga pernyataan ini juga membuktikan tidak ada musik yang netral dalam
dunia ini. Setiap musik yang ditulis
secara sadar atau tidak mempunyai tujuan dan fungsi.
Oleh sebab itu artikel
ini ditulis dengan lebih memperhatikan fungsi musik dalam ibadah yang
dipengaruhi oleh budaya, sejarah Gereja, sejarah musik dll. Tentu saja akan dibahas secara singkat
tentang hubungannya dengan Alkitab yang memberikan gambaran singkat tentang
Peran Allah sebagai Pencipta musik dan hubungannya dengan musik, sehingga
memberikan penjelasan betapa pentingnya musik itu bagi Allah dan bagi kita.
Selanjutnya dengan
tidak mengurangi arti dan peran sejarah dan budaya harus juga di bicarakan
tentang budaya awal yang mempengaruhi perjalanan musik, yaitu dari budaya
Israel kuno dan kemudian pada masa Perjanjian Baru harus menelusuri budaya
Yunani yang dominan diseluruh kerajaan Romawi hinga masa ini. Hal inilah yang membuat sejarah musik gereja
sangat kompleks dan kadang2 sulit untuk dipahami serta unik.
ASAL-USUL MUSIK
Bagi Bangsa Israel dan
juga bagi bangsa2 yang lain musik adalah
bagian yang vital baik pada masa lalu maupun pada masa sekarang. Karena ia adalah sarana untuk
mengkomunikasikan perintah, mewadahi upacara ritual dan keagamaan, dan juga
sebagai alat penghibur. Berdasarkan
penemuan benda2 kuno dan teks2 kuno terungkap bahwa musik Bangsa Israel kuno/
Palestina dan sekitar Asia Timur menyatu hampir di seluruh aspek kehidupan
masyarakatnya. Pengorbanan, perayaan
kemenangan, dan aktivitas nubuatan merupakan beberapa contoh yang menunjukkan
peranan musik di dalamnya.
Sehubungan dengan asal usul musik semua bapak
gereja maupun para ahli teologia setuju bahwa musik merupakan anugerah Allah
kepada manusia. Namun bagi orang yang memegang keyakinan secara alegory,
berdasarkan Yehezkiel 28:11-19 percaya bahwa yang dibicarakan pada bagian ini
adalah tentang Lucifer yang merupakan direktur musik yang ingin memberontak
kepada Alah, sehingga musik masuk ke
dunia dan mempengaruhi musik yang bersifat kudus menjadi musik yang profane.
Namun apapun yang diyakini oleh setiap orang, orang kristen percaya bahwa musik
berasal dari Allah.
Bila membicarakan
asal-usul musik semua bangsa kuno percaya bahwa musik itu berasal dari
dewa-dewa. Bahkan istilah ‘Musik’ berasal dari nama 9 dewi mitologi Yunani yang menguasai 9
cabang seni, termasuk musik. Karena
musik berasal dari para dewa, maka bangsa-bangsa kuno percaya bahwa musik
mempunyai kuasa atau kekuatan supranatural jika dimainkan atau didengarkan. Hal
ini juga dibuktikan oleh Alkitab. Sebagai contohnya adalah kisah Daud yang menyembuhkan
Saul dari gangguan iblis dengan permainan kecapinya (I Samuel 16:14-23). Berdasarkan keyakinan
ini bangsa kuno percaya bahwa mereka yang mempunyai kemampuan untuk memainkan
musik dianggap setengah dewa atau mempunyai hubungan yang dekat dengan para
dewa, sehingga mereka mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat.
MUSIK DALAM PERJANJIAN
LAMA
Istilah nyanyian, menyanyi dan musik dalam Perjanjian
Lama dipergunakan untuk menjelaskan nyanyian yang dipergunakan untuk memuji
Alah, dalam suasana yang penuh dengan kekhidmatan dan hidup, nyanyian yang
dipersembahkan kepada Allah dengan penuh perasaan, nyanyian yang merupakan bau-bauan yang harum
bagi Alah. Dalam hal ini fungsi musik
dalam Perjanjian Lama adalah musik ibadah.
Karena fungsinya yang
lebih dominan dalam ibadah, maka ia harus dilakukan dengan benar, tidak
sembarangan, dan harus dipisahkan atau dibedakan dari musik dunia/sekuler dan
pemujaan dewa atau kultus individu.
Bahkan ada beberapa referensi dalam Alkitab yang menjelaskan bahwa ada
musik yang baik dan ada musik yang berbahaya.
Sebagai contoh musik yang tidak baik dapat dibaca dalam kitab Ayub
30:8-10 ketika Ayub menjawab pernyataan Bildad bahwa tidak ada seorangpun yang
benar di hadapan Tuhan :” ... Tetapi sekarang aku menjadi sajak sindiran
dan ejekan mereka ...” Pernyataan ini
memberi bukti bahwa musik dapat dipakai untuk hal-hal yang buruk.
Contoh musik yang baik
dapat dilihat melalui pengalaman nabi Elisa dalam II Raja-Raja 3:15-16 yang memperlihatkan pengaruh spiritual musik
dan pengaruhnya bagi para pendengarnya : ”Maka sekarang, jemputlah bagiku
seorang pemetik kecapi. Pada waktu
pemetik kecapi itu bermain kecapi, maka kekuasaan Tuhan meliputi dia .... “
Melalui musik yang dimainkan oleh pemain kecapi, yang merupakan alat
komunikasi, Elisa telah dimampukan oleh Allah untuk menolong Raja Yosafat.
Meskipun demikian
tidak dapat dipungkiri bahwa musik juga berperan dalam kehidupan masyarakat,
dimana dalam perayaan yang bersifat keagamaan maupun di luar itu musik juga
sangat berperan. Karena tidak ada perayaan atau pesta yang tidak menggunakan
musik.
Sebagaimana bahasa,
musik juga merupakan bentuk komunikasi yang penting. Alkitab dalam bahasa
Ibrani ditulis dalam bentuk nyanyian yang diilhami oleh Roh Kudus mempunyai
prinsip komposisi musik yang dapat dilihat melalui struktur metriknya. Maksud
dari bentuk metrik ini adalah untuk dinyanyikan seperti juga Mazmur dengan
diiringi oleh alat musik petik semacam harpa. Karena banyak ahli teologia yang
percaya bahwa seluruh Alkitab dalam bahasa Ibrani dapat dibaca dengan
dinyanyikan. Berdasarkan pemikiran bahwa Alkitab Ibrani ditulis dan dirangkai
berdasarkan suatu struktur musikal banyak ahli arkeologi yang melakukan
penyelidikan dan menemukan suatu sistem penulisan musik Ibrani, yang
disebut sistem 19 graphemes (19 bunyi).
Menurut Suzanne
Haik-Vantoura salah seorang yang dengan
gigih menyelidiki sistem ini digunaan sebagai bunyi musikal lebih dari 5000
ayat Perjanjian Lama.
Gambar di bawah ini adalah contoh bagaimana
menggunakan sistem bunyi tersebut. Bagian bawah adalah sistem 19 graphemes yang
diyakini sebagai notasi dari ayat ini
Melalui suatu research
yang mendalam ditemukan bahwa Melodi dan struktur Metrik dari Alkitab Ibrani
meneguhkan pendapat adanya inti kesatuan dalam setiap buku yang terdapat dalam
Alkitab. Sistem bunyi inilah yang
mengikat seluruh buku dalam Alkitab menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Meskipun sistem
notasinya sudah ditemukan namun cara membunyikannya yang benar masih dalam
penyelidikan. Ada kemungkinan mirip
dengan nyanyian atau musik dari beberapa suku terasing yang terdapat di daerah
Afrika dan Asia.
Mazmur yang disebut
sebagai Biblical Psalms dinyanyian setiap hari di Bait Allah. Cara lain untuk
menyanyikan dan memainkan musik adalah dengan Responsorial Chant; dimana para pemimpin Lewi menyanyikan
(chanting) mazmur dengan iringan berbagai instrumen musik, menyanyikan satu
baris dan jemaat akan menyambung dengan menyanyikan ayat selanjutnya dan
seterusnya. Cara lain adalah bait mazmur dinyanyikan /chant oleh
satu orang dari mimbar dan sebagai respon jemaat menyanyikan bagian refrainnya.
Jelas sekali bahwa
musik dalam Perjanjian Lama mempunyai peran penting bagi kehidupan keagamaan
orang Israel dan fungsinya adalah untuk
mengagungkan Allah dan berkomunikasi baik dengan Allah maupun dengan sesama
manusia.
BUKU NYANYIAN TUHAN
YESUS
Tentu
saja orang-orang Kristen yang mula-mula menyanyikan mazmur-mazmur dan
pujian-pujian lain yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Dengan kata lain,mereka
bernyanyi dalam budaya Yahudi. Alkitab memberi tahu bahwa setelah Perjamuan
Terakhir, Yesus menyanyikan sebuah nyanyian pujian bersama para murid-muridNya
(Matius 26:30 bnd Markus 14:26); kemungkinan besar yang dinyanyikan adalah
Mazmur 113-118, yang secara tradisional dinyanyikan pada perayaan Paskah.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid II (hal.121) menjelaskan “Buku doa (Mazmur)
inilah nampaknya yang Dia (Yesus) pakai dalam kebaktian sinagoge, dan buku
nyanyianNya dalam perayaan Bait Suci.”
Dalam Matius 26:30
dicatat bahwa “Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke
Bukit Zaitun.” Terjemahan KJV (King James Version) : And when they had sung an
hymn, they went out into the mount of Olives. Terjemahan Yunani : kai {dan}
humnê`easantes {menyanyikan `hymne`} exê`ealthon {mereka pergi} eis {ke} to
oros {gunung/ bukit} tô`f4n elaiô`f4n {zaitun}.
Kitab Talmud Yahudi menjelaskan adanya
tradisi menyanyikan mazmur dalam Bait Allah kedua. Rupanya Tuhan Yesus dan para
muridNya masih memakai kitab ini sebagai buku doa dan songs book mereka.
TIGA JENIS NYANYIAN
GEREJA MULA-MULA
Rasul Paulus membantu kita untuk mengenal
jenis lagu yang beredar ketika gereja mula-mula lahir. Dia mencatatnya dalam
Efesus 5:19 : “dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur,
kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan
dengan segenap hati.” Terjemahan KJV : Speaking to yourselves in psalms (Yun :
psalmois) and hymns (Yun : humnois) and spiritual songs (Yun : ô`f4dais),
singing and making melody in your heart to the Lord. Tiga jenis nyanyian ini
pun ditulis lagi dalam Kolose 3:16 sebagai : Mazmur, Puji-pujian dan Nyanyian rohani.
Secara singkat dapat
dijelaskan bahwa “Mazmur", Yunani:
dari kata (memetik dengan jari),
adalah syair yang dinyanyikan, biasanya diiringi dengan musik. Sedangkan
"Kidung puji-pujian", Yunani
dari kata •`5f•`5f•`5f•`5f - hudeô`f4 (mengadakan peringatan, perayaan),
adalah lagu yang berisi pujian kepada Allah, pahlawan, orang-orang besar.
Seperti yang ditulis di atas, saat sebelum kematianNya, Yesus Kristus pun
"menyanyikan kidung puji-pujian" bersama dengan para muridNya, satu
hari sebelum ke taman Getsemani di bukit Zaitun.
Nasehat Yakobus kepada
jemaat di Yerusalem bahwa kalau seseorang bergembira, baiklah ia menyanyi
merupakan hal biasa dilakukan jemaat mula-mula sebagai ekspresi syukur dan
sukacita mereka.
Tetapi sebaliknya
dalam Kisah Para Rasul 16:25 ditulis bahwa Paulus dan Silas malah menyanyikan
puji-pujian di dalam penjara di Filipi. Dalam terjemahan KJV : And at midnight
Paul and Silas prayed, and sang praises unto God: and the prisoners heard them.
Dalam bahasa Yunani diterjemahkan jenis nyanyian yang dikumandangkan mereka
adalah Hymne atau Kidung Pujian (Yunani : humnoun = menyanyikan nyanyian pujian
`hymne)`.
Seperti apakah
puji-pujian ini? Tidak mungkin kita mengatakannya dengan pasti, namun dapat
dipastikan bahwa mereka menyanyikan pujian
ang memuliakan namaNya, sekaligus lagu ini sebagai ungkapan rasa syukur
mereka kepada Tuhan dalam segala hal yang mereka alami. Tentu dalam keadaan
seperti itu, pujian yang dinaikkan bukan hanya di bibir saja, tetapi keluar
dari hati mereka, bahkan mereka menyanyi dengan suara yang nyaring karena
“orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka.” Dan Allah tunjukkan KuasaNya
pada mereka dengan cara melepaskan mereka dari penjara. Ada kuasa di atas
kidung Pujian (Hymne) juga.
Nah kalau arti
"Nyanyian Rohani", Yunani
adalah istilah umum untuk "lagu". Untuk membuat kata ini
menjadi lebih spesifik biasanya ditambahkan keterangan seperti `ô`f4dê`ea
pneumatikos`, "lagu rohani"; `ô`f4dê`ea kainos`, "nyanyian
baru" (Wahyu 5:9;14:3); `ô`f4dê`ea mô`f4seus`, "nyanyian Musa"
(Wahyu 15:3). Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini jilid 3 (hal. 681) dijelaskan :
“Bruce menyarankan bahwa yang pertama (Kidung pujian) boleh jadi adalah
nyanyian puji-pujian dan kedua (Nyanyian rohani) adalah nyanyian-nyanyian yang
tidak direncanakan lebih dahulu.”
Lukas mencatat
sejumlah nyanyian yang terbit dengan spontan. Nyanyian-nyanyian ini begitu
penuh sukacita sehingga sering kali diulang oleh orang-orang Kristen yang
mula-mula. Nyanyian-nyanyian ini juga terdapat di antara nyanyian yang
dinyanyikan dewasa ini. Di antaranya terdapat: "Magnificat” (bahasa Latin
: Magnificat anima mea Dominum), nyanyian pujian dari Maria ketika mendengar
bahwa ia akan melahirkan Sang Juruselamat (Lukas 1:46-55); "Benedictus”,
sukacita Zakharia atas kedatangan sang Mesias (Lukas 1:66-79); “Nunc Dimittis”,
ucapan syukur Simeon yang penuh sukacita karena pada akhimya Juruselamat telah
datang (Lukas 2:29-32) dan "Gloria in Excelsis," nyanyian pujian para
malaikat kepada Allah (Lukas 2:14). Lagu “Gloria in Excelsis” ini untuk pertama
kalinya didengar dalam bentuk paduan suara malaikat. Tetapi lambat laun umat
Kristen menyanyikannya juga. Lagu ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
menjadi salah satu lagu kesayangan umat Kristen. Sejarah gereja mencatat bahwa
banyak martir yang menghadapi kematian sambil mendendangkan lagu ini di bibir
mereka.
Perbedaan isi dari
Kidung Pujian (Hymne) dan Nyanyian/Lagu Rohani dijelaskan oleh Warren W.
Wiersbe sebagai berikut : “Puji-pujian adalah nyanyian pujian bagi Allah yang
ditulis oleh orang-orang percaya yang tidak diambil dari kitab
mazmur…`85Lagu-lagu rohani adalah ungkapan kebenaran Alkitab selain mazmur dan
puji-pujian. Bila kita menyanyikan puji-pujian, kita mengungkapkannya kepada
Tuhan; bila kita menyanyikan lagu rohani, kita mengungkapkannya kepada
sudara-saudara seiman kita.” Walau komentar ini tidak sepenuhnya dapat
dibuktikan, namun bisa memperkaya wacana kita akan jenis lagu-lagu tersebut.
Nyanyian umat tebusan
di Surga dalam Wahyu 4:11dan 5:9-14 kemudian dijadikan lirik pada gereja mula-mula, "Ya Tuhan dan
Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat, dan kuasa, sebab
Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya
itu ada dan diciptakan," dan seterusnya.
Lagu-lagu Kristen
mula-mula lainnya ditulis sesudah masa penulisan kitab Perjanjian Baru.
Clement I (±`b1 30-96
M) dari Roma (beda dengan Clement dari Alexandria), yang adalah murid dari
rasul Petrus dan Paulus, membantu menyelesaikan perselisihan di jemaat Korintus
melalui suratnya Surat Kepada Umat di Korintus, salah satu pasal-pasal yang
paling menyolok dalam surat tersebut adalah puji-pujian terhadap keseimbangan
alam di bumi.
Clement, sebagai
seorang Paus, seorang mistis, dan sekaligus seorang seniman dalam hatinya,
menyaksikan dunia yang dipenuhi oleh kemuliaan Tuhan: hasil ciptaan yang
mencerminkan persatuan dan keharmonisan Trinitas Maha Kudus, dan menunjukkan
suatu model bagi persatuan dan harmoni dalam Gereja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar