CHRISYE
Chrismansyah Rahadi (lahir dengan nama Christian Rahadi di Jakarta, Indonesia, 16 September 1949 – meninggal
di Jakarta, Indonesia, 30
Maret 2007 pada umur 57
tahun) yang lebih dikenal dengan nama panggung Chrisye, merupakan
seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia.
Dilahirkan di Jakarta dari keluarga Tionghoa-Indonesia, Chrisye menjadi
tertarik dengan musik saat masih muda. Waktu masih belajar di SMA, Chrisye main
gitar bas dalam sebuah band
yang ia bentuk bersama kakaknya, Joris. Pada akhir dasawarsa 1960-an dia
menjadi anggota band Sabda Nada (yang kemudian hari berganti nama menjadi
Gipsy). Pada tahun 1973, setelah mengambil cuti beberapa lama, dia mengikuti
band tersebut ke New
York untuk main musik. Setelah kembali ke Indonesia untuk
waktu singkat, dia kembali ke New York dengan band lain, yaitu The Pro's.
Sekembali ke Indonesia, pada tahun 1976 dia bekerja sama dengan Gipsy dan Guruh Soekarnoputra untuk merekam
album indie Guruh
Gipsy.
Setelah keberhasilan Guruh Gipsy, pada tahun 1977 Chrisye
menghasilkan dua karya terbaiknya, yaitu "Lilin-Lilin
Kecil" tulisan James
F. Sundah serta album
jalur suara Badai Pasti Berlalu. Sukses kedua
karya ini membuat Chrisye direkrut oleh Musica
Studios, yang dengan perusahaan rekaman itu dia merilis album
solo perdananya, Sabda
Alam, pada tahun 1978. Selama kariernya yang lebih dari 25
tahun dia menghasilkan 18 album solo lain, serta main dalam satu film: Seindah Rembulan (1981).
Chrisye meninggal di rumahnya di Jakarta pada tanggal 30 Maret 2007 setelah
bertahun-tahun mengidap kanker
paru-paru. Dia meninggalkan seorang istri, Gusti Firoza Damayanti
Noor, dan empat anak.
Dikenal untuk vokalnya yang halus dan gaya panggung yang kaku, Chrisye
dianggap salah satu penyanyi Indonesia legendaris. Lima album yang termasuk
karyanya dimuat dalam daftar 150
Album Indonesia Terbaik oleh majalah musik Rolling Stone Indonesia. Lima lagunya
(dan satu lagi yang dia mendukung) dimuat dalam daftar
lagu terbaik oleh majalah yang sama pada tahun 2009. Beberapa
albumnya disertifikasi perak atau lebih
tinggi. Dia menerima dua lifetime achievement award, satu pada tahun
1993 dari BASF
Awards dan satu lagi pada tahun 2007 dari stasiun televisi SCTV. Pada tahun 2011,
Rolling Stone Indonesia mencatat Chrisye sebagai musisi Indonesia
terbaik nomor tiga sepanjang masa.
Hidup dan karier
Kehidupan awal
Chrisye dilahirkan dengan nama Christian Rahardi di Jakarta pada tanggal 16
September 1949 di keluarga Laurens Rahadi, seorang wirausaha keturunan Betawi-Tionghoa, dan
Hanna Rahadi, seorang ibu rumah tangga keturunan Sunda-Tionghoa. Dia anak kedua
dari tiga anak laki-laki yang dipunyai pasangan Kristen tersebut; saudaranya
bernama Joris dan Vicky. Setelah masa kecilnya dihabiskan di Jalan Talang,
dekat Menteng, Jakarta Pusat, pada tahun 1954
keluarga itu berpindah ke Jalan Pegangsaan (di Menteng).
Saat sekolah di SD GIKI, Chrisye berteman dengan anak-anak keluarga
Nasution, yang menjadi tetangganya; dia paling akrab dengan Bamid Gauri, dengan
siapa dia sering bermain bulu tangkis dan layang-layang. Pada waktu itu
dia juga mulai mendengarkan piringan hitam milik ayahnya;
dia bernyanyi mengiringi lagu-lagu Bing
Crosby, Frank
Sinatra, Nat
King Cole, dan Dean
Martin. Setelah lulus SD,
Chrisye menghadiri SMPK III Diponegoro.
Saat Chrisye duduk di bangku SMA PSKD Menteng, Beatlemania tiba di
Indonesia. Ini membuat Chrisye lebih tertarik dengan dunia musik. Menganggapi
hendak Chrisye untuk bermain musik, ayahnya membeli sebuah gitar; Chrisye
memilih gitar bas, sebab dia
beranggapan bahwa gitar tersebutlah yang paling mudah dipelajari. Chrisye dan
Joris belajar bermain musik dengan mengikuti lagu-lagu di radio dan piringan
hitam ayah mereka; akibatnya, mereka tidak dapat membaca nota musik. Mereka lama-kelamaan
mulai main musik di acara sekolah, dengan Chrisye sebagai vokalisnya. Juga waktu di
SMA, Chrisye diam-diam mulai merokok; pada suatu saat, dia ditangkap kepala
sekolah dan disuruh merokok delapan batang secara bersamaan di depan
siswa-siswi lain, tetapi dia tetap terus merokok sehingga menjadi perokok
berat.
Anggota band dan proyek awal (1968–1977)
Chrisye bermain
bas pada tahun 1977. Dia berambut gondrong selama sebagian besar kariernya,
hingga kemoterapi membuat semua rambutnya rontok.
Pada pertengahan dasawarsa 1960-an, keluarga Nasution membentuk sebuah
band; Chrisye dan Joris menonton mereka main musik oleh Uriah
Heep dan Blood, Sweat & Tears. Pada tahun 1968
Chrisye mendaftar di Universitas Kristen Indonesia (UKI) untuk
menjadi insinyur seperti yang dihendaki ayahnya. Sekitar tahun 1969, akan
tetapi, Gauri mengundangnya untuk menjadi anggota band Nasution, Sabda Nada,
untuk menggantikan pemain bas mereka yang sedang sakit, Eddi Odek. Karena puas
dengan kemampuannya, Nasution bersaudara mnta Chrisye menjadi anggota tetap.
Sabda Nada bermain secara teratur di Mini Disko di Jalan Juanda serta untuk
pesta ulang tahun dan pernikahan. Ketika Chrisye
diberi kesempatan untuk bernyanyi saat mereka menyanyikan lagu versi daur ulang, dia berusaha
untuk menggunakan suara yang mirip penyanyi aslinya.
Pada tahun 1969 Sabda Nada mengganti nama mereka menjadi Gipsy supaya
terdengar lebih macho dan seperti band Barat. Jadwal untuk band
itu, yang tidak mempunyai manager, sangat padat karena bermain secara teratur
di Taman Ismail Marzuki. Akibatnya,
Chrisye mengundurkan diri dari UKI; pada tahun 1970 dia masuk ke Akademi
Pariwisata Trisakti karena mengganggap jadwalnya lebih fleksibel.
Dua tahun kemudian, Chrisye ditawarkan kesempatan untuk main di New
York. Biarpun dia senang sekali, Chrisye takut untuk
menceritakan hal tersebut kepada ayahnya, yang dia merasa tidak akan
menyetujui. Akhirnya dia jatuh sakit selama beberapa bulan, sementara Sabda
Nada pergi ke New York. Setelah Chrisye membahas kekhawatirannya dengan ibunya
dan Joris, ayahnya pun menyetujui agar dia bisa mengundurkan diri dari kuliah
dan pergi ke New York. Setelah kesehatannya sudah membaik, pada tengah tahun
1973 dia pergi bersama Pontjo untuk bertemu dengan Gipsy di Amerika Serikat;
pada tahun yang sama dia mengundurkan diri dari Trisakti.
Selama di New York, Gipsy memanggung di Ramayana Restaurant, yang milik
perusahaan minyak Pertamina. Band itu, yang
ditempatkan di suatu apartmen di Fifth
Avenue, berada di New York untuk hampir satu tahun. Mereka
menyanyikan lagu-lagu Indonesia serta versi daur ulang dari lagu Procol Harum, King Crimson, Emerson, Lake & Palmer, Genesis dan Blood, Sweat
& Tears. Biarpun Chrisye merasa frustrasi karena tidak dapat
mengekspresikan diri dengan musik orisinal, dia tetap bekerja.
Setelah kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1973, Gauri memperkenalkan
Chrisye dengan penulis lagu Guruh Soekarnoputra, anak dari mantan
presiden Soekarno. Sementara
Nasution bersaudara bekerja sama dengan Guruh untuk menyiapkan proyek mereka,
Chrisye mulai menciptakan lagu sendiri; karena menciptakan lagu sendiri dia
bisa menyadari bahwa dia kesulitan dengan lirik yang mengandung konsonan keras,
dan bisa menghindari bunyi tersebut. Tahun berikutnya dia kembali ke New York
dengan band lain, The Pro's. Pada pertengahan tahun 1975, dengan beberapa
minggu tersisa di kontrak kerjanya, orang tuanya menelepon Chrisye dari Jakarta
dan memberi tahu kalau saudaranya Vicky meninggal akibat infeksi lambung.
Karena tidak dapat kembali langsung ke Jakarta, pikirannya jadi kacau. Saat
kembali ke Indonesia, Chrisye tak berhenti-henti menangis dalam pesawat dan
menjadi depresi.
Setelah beberapa waktu tidak bermain musik, Chrisye dihubungi oleh Nasution
bersaudara dan diundang untuk bergabung dengan Gipsy dan Guruh untuk sebuah
proyek baru; Guruh juga menawarkan beberapa lagu untuk Chrisye menjadi vokalis
utama, dengan lirik ditulis khususnya untuk dia. Setelah mengatasi rasa
depresinya, Chrisye mengikuti latihan di rumah Guruh di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mereka main
sampai larut malam dan mencampurkan rock ala Barat dengan gamelan Bali. Perekaman
terjadi pada pertengahan tahun 1975, dengan hanya empat lagu terselesaikan
dalam beberapa bulan pertama. Pada tahun 1976 album Guruh
Gipsy diluncurkan dan diterima baik oleh para kritikus; ada
sebanyak 5.000 keping yang diproduksi. Berhasilnya Guruh Gipsy
meyakinkan Chrisye bahwa dia dapat menjadi penyanyi tunggal.
Pada akhir tahun 1976 Chrisye dihampiri oleh Jockie Soerjoprajogo, seorang pencipta
lagu, dan Imran Amir, pemimpin Radio Prambors; mereka meminta
agar Chrisye menjadi vokalis untuk Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors. Namun,
Chrisye menolak. Beberapa hari kemudian Sys NS, yang pada saat
itu bekerja di Prambors, mendekati Chrisye waktu penyanyi itu sedang berbincang
dengan Guruh dan Eros Djarot. Sys menekankan
bahwa Chrisye diperlukan untuk lagu "Lilin-Lilin Kecil" karya James F. Sundah. Setelah dia mendengar lirik lagu
tersebut, Chrisye setuju. Lagu ini direkam
di studio Irama Mas di Pluit, Jakarta Utara dan dimuat dalam sebuah album dengan pemenang
lomba lain; awalnya, "Lilin-Lilin Kecil" dimuat di urutan kesembilan,
tetapi akhirnya dipindahkan ke urutan pertama supaya lebih laris. Setelah itu,
lagu ini menjadi terkenal; album LCLR
1977 menjadi album paling laris tahun itu.
Setelah sukses "Lilin-Lilin Kecil", di pertengahan tahun 1977
Pramaqua Records mendekati Chrisye dan menawarkan sebuah album, yaitu Jurang Pemisah. Bekerja sama
dengan Jockie, Ian Antono, dan Teddy Sujaya, Chrisye merekam tujuh lagu untuk
album tersebut; Jockie merekam dua lagu lain. Biarpun Chrisye
senang dengan hasilnya dan mempunyai harapan tinggi untuk Jurang Pemisah,
Pramaqua memutuskan bahwa itu tidak bisa laris dan tidak hendak
mempromosikannya sehingga album Chrisye berikutnya, Badai Pasti Berlalu, menjadi besar.
Setelah itu, Chrisye berusaha untuk membeli semua stok album Jurang Pemisah
dan menghentikan rilisnya, namun tidak berhasil. Album ini tidak laris di
pasaran sebab banyak orang beranggapan kalau ini album lanjutan dari Badai
Pasti Berlalu. Walaupun rekaman
ini sampai pada stasiun radio di seluruh Indonesia, menurut Chrisye
penjualannya "hangat-hangat tahi ayam".
Pada tahun yang sama, Chrisye dan beberapa artis, termasuk Eros dan Jockie,
merekam musik untuk film Badai Pasti Berlalu dalam waktu dua
bulan. Setelah musik
film tersebut mendapatkan Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1978, Irama Mas
mendekati mereka untuk membuat album jalur suara untuk biaya
tetap.Dengan Chrisye
dan Berlian Hutauruk sebagai vokalis,
sebuah album jalur suara direkam di Pluit dalam kurung waktu 21 hari. Album yang dihasilkan dirilis dengan
judul yang sama dengan film, dengan gambar bintang film Christine Hakim di sampul. Album ini memuat
lagu ciptaan Chrisye yang pertama, "Merepih Alam". Hasil penjualan
di awal kurang lancar, tetapi setelah singel-singelnya mulai diputar album Badai
Pasti Berlalu menjadi laris.
Karier solo awal dan film (1978–1982)
Suara Chrisye yang tenor serta kerjanya di
Badai Pasti Berlalu memicu Amin Widjaja dari Musica Studios untuk memintanya
menjadi artis Musica; Amin sebenarnya sudah lama mengamati Chrisye, sejak
dirilisnya Guruh Gipsy. Chrisye setuju, asalkan dia diberikan kebebasan
artistik; Amin terpaksa menyetujui syarat tersebut. Chrisye langsung
mengerjakan album perdananya dengan Musica pada bulan Mei 1978, yaitu Sabda Alam (Nature's
Order). Dia memilih beberapa lagu karya artis lain dan menulis beberapa
lain sendiri, termasuk lagu "Sabda Alam". Dia merekam album
itu setelah menguncikan diri dalam studio dengan sound engineer dan penata
musik; biarpun Amin hendak melihat kemajuan mereka, Chrisye tidak
mengizinkannya masuk. Album yang
dihasilkan, yang diilhami oleh Badai Pasti Berlalu dan menggunakan
teknik double-recording yang dipelopori The Beatles, dirilis pada
bulan Agustus. Setelah beberapa
lama promosi dengan TVRI dan stasiun
radio, album ini laris; akhirnya lebih dari 400,000 keping terjual.
Tahun berikutnya, Chrisye merekam Percik Pesona bersama Jockie.
Album ini, yang dibuat setelah kematian Amin, termasuk beberapa lagu yang
ditulis oleh sahabat Chrisye, Junaidi Salat, serta Jockie dan Guruh. Judul
album ini dipilih bersama. Album ini dirilis pada bulan Agustus 1979, gagal
dalam mata kritikus dan pasar. Chrisye, setelah
diskusi dengan beberapa artis, beranggapan bahwa gagalnya album ini disebabkan
miripnya dengan Badai Pasti Berlalu. Akibatnya, setelah beberapa waktu
berkontemplasi, dia mulai mencari jenis musik baru. Pada tahun yang
sama, dia menjadi anggota juri LCLR Prambors, yang diadakan pada tanggal 5 Mei.
Setelah memutuskan bahwa lagu pop yang romantis, dengan pengaruh easy listening, yang paling
cocok untuk dirinya, Chrisye mulai merintis album berikutnya, Puspa Indah.
Semua lagu kecuali satu ditulis oleh Guruh Sukarnoputra; album ini juga memuat
lagu berbahasa Inggris "To My Friends on Legian Beach". Dua lagu dari
album ini, "Galih dan Ratna" dan "Gita Cinta", digunakan
dalam film tahun 1979 Gita Cinta dari SMA; dalam film
tersebut, Chrisye mendapatkan kameo sebagai penyanyi. Dengan popularitas film
tersebut, album Puspa Indah pun menjadi laris; lagu "Galih dan
Ratna" dan "Gita Cinta", yang dijadikan singel, juga diterima
dengan hangat.
Pada tahun 1981 Chrisye mendapatkan peran dalam film Indonesia Seindah Rembulan. Biarun awalnya
enggan, dia dibujuk Sys NS sehingga akhirnya setuju. Namun, di kemudian hari
dia menyesalkan keputusan ini karena beranggapan bahwa produksinya kurang
profesional dan sering bertantangan dengan sutradara Syamsul Fuad. Pada tahun
yang sama dia menghasilkan Pantulan Cinta, sebuah
kolaborasi dengan Jockie. Setelah album ini gagal di pasaran, Chrisye
memutuskan untuk mengambil cuti panjang.
Pernikahan dan gaya baru (1982–1993)
Biarpun disuka para groupie, Chrisye sampai
awal tahun 1980-an jarang berpacaran. Akan tetapi pada
awal tahun 1981, dia mulai mendekati sekretaris Guruh Soekarnoputra, yaitu
Gusti Firoza Damayanti Noor (Yanti). Yanti, yang
mempunyai keturunan Dayak dan Minang, juga seorang penyanyi dan berasal dari keluarga musisi;
dia sering membahas musik dengan Chrisye saat Chrisye menunggu Guruh, dan
mereka juga bertemu saat Chrisye mengunjungi kakaknya, Raidy, yang merupakan
salah satu temannya. Saat Yanti pindah
ke Bali untuk bekerja di hotel bintang lima selama beberapa minggu, Chrisye
mengikutinya dan menyatakan bahwa dia siap menikahinya ketika Yanti kembali ke
Jakarta; biarpun itu bukan lamaran resmi, Yanti menerima. Pada tahun 1982
Chrisye masuk Islam, sebab Islam tidak mengizinkan pernikahan antara wanita
Muslim dengan pria non-Muslim; Pada tanggal 12 Desember 1982 Chrisye dan Yanti
menikah di suatu acara bergaya adat Padang.
Terdorong oleh keadaan finansialnya yang kurang baik, awal tahun 1983
Chrisye mulai menggarap album baru bersama Eros dan Jockie. Aciu Widjaja,
yang menjadi pemimpin Musica yang baru, mengusulkan bahwa mereka memerlukan
gaya musik yang baru; dengan demikian,Chrisye, Djarot, dan Jockie mencampurkan art rock dengan pop
romantis, serta menarik ilham dari The Police. Album yang
dihasilkan, Resesi, dirilis pada
tahun 1983. Album ini laris di pasar, dengan 350.000 keping terjual dan
akhirnya disertifikasi perak; singelnya sendiri, "Lenny",
"Hening", dan "Malam Pertama", banyak diputar di radio.
Setelah Resesi, Chrisye bekerja sama dengan Eros dan Jockie pada
album Metropolitan tahun 1983. Album tersebut, yang
dipengaruhi aliran new wave dan banyak
membahas isu yang dihadapi para pemuda dan pemudi, diterima dengan baik oleh
pasar sehingga diberi sertifikasi perak; singel "Selamat Jalan
Kekasih" menjadi paling dominen. Pada tahun yang sama, Chrisye dan Yanti
mendapatkan anak pertama mereka, Rizkia Nurannisa. Pada tahun berikutnya,
Chrisye, Eros, dan Jockie bekerja sama lagi pada album Nona, yang memuat
berbagai kritik sosial; album tersebut
menghasilkan empat singel dan disertifikasi platinum. Biarpun Nona
diterima baik oleh pasar, Chrisye mengambil keputusan untuk mencari suara baru
dan memutuskan hubungan kerja dengan Eros dan Jockie di pertengahan tahun 1984.
Tak lama kemudian, Chrisye mendekati Addie MS, seorang musisi
muda, dan minta bantuannya untuk album berikutnya. Addie, biarpun merasa bahwa
dia kurang bergengsi dibanding Eros dan Jockie, setuju; Addie lalu menyarankan
agar mereka menggunakan melodi yang mirip dengan "Lilin-Lilin Kecil"
dan Badai Pasti Berlalu. Album yang dihasilkan, Sendiri, memuat lagu yang
ditulis oleh Guruh dan Junaidi Salat serta alat musik seperti harpa, obo, English horn, dan beberapa
alat musik dawai. Album ini, yang melahirkan tiga singel. laris dan
mendapatkan penghargaan BASF Award untuk Chrisye.
Pada akhir tahun 1984 Chrisye mendekati pencipta lagu muda lain, Adjie
Soetama, yang dia mengajak bekerja sama untuk menyiapkan album berikutnya.
Sebab beat ringan dan melodi ceria sedang populer, mereka menggunakan
gaya yang ringan. Perekaman album baru ini, Aku Cinta Dia, mulai pada tahun
1985; selain Adjie, ada sumbangan lagu dari Guruh dan Dadang S. Manaf. Lagu "Aku
Cinta Dia" dipilih sebagai judul album setelah Aciu mendengar mereka
bermain bersama dan memutuskan bahwa lagu itu layak dijagokan. Oleh karena album
ini memerlukan emosi yang lebih banyak, Chrisye – yang terkenal
kaku – kesulitan dengan proses promosi, biarpun istrinya menyiapkan kostum
warna-warni dan Alex Hasyim menjadi koreografer. Setelah dirilis, Aku
Cinta Dia terjualan ratusan ribu keping pada minggu pertama dan akhirnya
diberi sertifikasi emas. Pada tahun yang sama, Chrisye dan Adjie menghasilkan Hip Hip Hura, and suatu kolaborasi lain, Nona Lisa, dirilis pada
tahun 1986; kedua album tersebut mempunyai beat dan irama yang mirip Aku
Cinta Dia dan terjual laris, biarpun tidak selari kolaborasi pertama. Pada 2 Maret 1986
Chrisye dan Yanti mempunyai anak perempuan, Risty Nurraisa.
Biarpun tiga album itu laris di pasar, Chrisye dan keluarganya masih dalam
keadaan finansial yang sulit, sehingga dua kali mereka harus menjual mobil
mereka. Ini membuat Chrisye mempertimbangkan berhenti dari dunia musik, biarpun
akhirnya memutuskan untuk lanjut. Pada tahun 1988
merekam Jumpa Pertama, dan pada tahun
berikutnya dia merilis Pergilah Kasih. Di kemudian hari
dia mengenang bahwa kedua album itu mempunyai "sentuhan rasa yang
indah." Lagu yang
digunakan untuk judul, "Pergilah Kasih", ditulis oleh Tito Sumarsono dan digunakan untuk video klip Chrisye
pertama;video klip
perdana ini menjadi klip Indonesia pertama yang ditayangkan di MTV Asia Tenggara.
Pada tanggal 27 Februari tahun berikutnya, Chrisye dan Yanti mendapatkan
anak kembar, Randa Pramasha dan Rayinda Prashatya. Pada tahun 1992 Chrisye
merekam versi daur ulang dari lagu Koes Plus bertajuk
"Cintamu T'lah Berlalu", dengan penataan musik oleh Younky; video
klip untuk lagu tersebut juga disiarkan di MTV Asia Tenggara dan menjadi video
klip Indonesia pertama untuk masuk MTV Amerika. Pada tahun
berikutnya, Chrisye bekerja sama dengan Younky lagi untuk merekam Sendiri Lagi, sebuah proyek yang makan empat bulan
untuk perancangan dan empat bulan untuk perekaman; video klip ini
pun beredar di MTV Asia Tenggara.
Konser dan kolaborasi dengan Erwin Gutawa (1994–2004)
Setelah
berhasilnya konser Sendiri, Chrisye bekerja sama beberapa kali dengan Erwin
Gutawa (foto dari 2004).
Biarpun Sendiri Lagi cukup laris, pada awal dasawarsa 1990-an
Chrisye mulai merasa tekanan dari industri musik yang semakin mengutamakan
penampilan dan meningkatnya jumlah artis muda. Dia mulai
mempertimbangkan meninggalkan dunia musik, sebab "merasa sudah sampai
garis finish". Biarpun Yanti
menyatakan bahwa banyak musisi tetap laku sampai umur 60-an, Chrisye
memperhatikan bahwa para artis senior sudah mulai dikesampingkan oleh pendatang
baru. Dalam keadaan
depresi ini, Chrisye didekati oleh Jay Subyakto dan Gauri Nasution, yang
menawarkannya sebuah konser tunggal di Plenary Hall di Jakarta Convention Centre, yang pada saat
itu belum pernah mengadakan konser tunggal untuk artis Indonesia. Karena tidak
yakin bahwa penggemarnya cukup banyak untuk mengisi hal tersebut, Chrisye
mula-mula menolak.
Setelah Chrisye diperkenalkan dengan Erwin Gutawa, yang diangkat
untuk mempersiapkan konser, dan beberapa minggu ditekankan oleh Gauri, akhirnya Jay Subyakto
berhasil membujuk Chrisye dengan mengatakan bahwa itu mungkin kesempatan
terakhir untuk menyelamatkan kariernya. Karena kekurangan uang, mereka
mendekati RCTI untuk meminta sponsor. Akan tetapi, mereka ditolak dan bahkan
diejek dengan saran agar mengadakan konser di Monumen Nasional. Karena tidak
bersedia menelantarkan rencana mereka itu, Chrisye, Subaktyo, dan Gutawa
mengumpulkan sekelompok artis dan mulai pelatihan. Menjelang hari ulang tahun
RCTI yang keempat, mereka rela menyetujui konser tersebut sebagai bagian dari
perayaan mereka. Ribuan tiket yang tersedia terjual habis dalam satu minggu.
Konser Sendiri diadakan pada tanggal 19 Agustus 1994. Chrisye membawakan
sejumlah lagu hits serta menyanyikan beberapa duet, termasuk "Malam
Pertama" dengan Ruth Sahanaya, di depan orkes
penuh yang dipimpin oleh Gutawa. Di kemudian hari,
Chrisye mengenang bahwa konser itu, yang diberi julukan Sendiri untuk
menunjukkan bahwa konser "100% Indonesia" bisa berhasil, diadakan,
para penonton – baik anak-anak maupun dewasa – sudah hafal lirik
lagunya, baik yang lama maupun yang baru; menurut Chrisye, hal tersebut membuat
dia berasa sangat kecil. Penuh semangat
akibat sukses konser itu, Chrisye mengadakan
konser lain di Surabaya, Surakarta, dan Bandung, dengan
menggunakan konvoi yang terdiri dari 24 truk dan bis untuk transportasi dan
mengangkut alat-alat yang dibutuhkan. Tiket konser ini pun terjual habis.
Setelah sukses tur Sendiri, Chrisye mulai mempertimbangkan membuat sebuah
album yang termasuk lagunya yang paling populer, dengan pemasteran ulang oleh
Gutawa memaster. Gutawa setuju untuk membuat sebuah album akustik, dengan
syarat bahwa usulan Chrisye, dengan syarat bahwa mereka harus menggunakan
sebuah orkes dari Australia. Aciu pun menyetujui hal tersebut, biarpun biayanya
diperkirakan mencapai Rp.600 juta. Setelah perekaman dasar di Jakarta, Chrisye,
Gutawa, dan sound engineer Dany Lisapali menghabiskan waktu dua minggu
di Studio 301 di Sydney untuk
menyelesaikan album itu. Philip Hartl Chamber Orchestra memainkan musik yang
diperlukan; mixing dan mastering juga dilakukan di Sydney. AkustiChrisye dirilis pada
tahun 1996 dan cukup berhasil di pasaran.
Setelah AkustiChrisye, Gutawa menyarankan agar Chrisye mencoba gaya
yang baru, dengan lagu yang lebih berat. Mereka lalu mulai bekerja sama untuk
merekam Kala Cinta Menggoda, yang juga
menggunakan orkes Australia. Akan tetapi, Chrisye ternyata kesulitan merekam
salah satu lagunya, "Ketika Tangan dan Kaki Berkata", yang diberi
lirik yang berdasarkan ayat 65 Surah Ya Sin oleh penyair Taufiq Ismail; setiap kali hendak menyanyikan lagu
itu, Chrisye mendadak menangis. Akhirnya, satu hari sebelum berangkat ke
Australia, dia dapat menyelesaikan lagu tersebut dengan dukungan Yanti. Pada tanggal 11
Oktober, Chrisye menyanyikan lagu "Indonesia Perkasa" pada acara
pembukaan Pesta Olahraga Asia Tenggara 1997 di Jakarta; lagu
tersebut ditulis khusus untuk acara itu. Bulan berikutnya,
Chrisye meluncurkan Kala Cinta Menggoda. Video klip untuk
lagu "Kala Cinta Menggoda", yang disutradarai Dimas Djayadiningrat, memenangkan MTV
Video Music Award for South-East Asia pada tanggal 10 September 1998; Chrisye
pergi ke Los Angeles untuk menerima
penghargaan tersebut di Universal Amphitheatre.
Pada tahun 1999, Chrisye mulai mendaur ulang album Badai Pasti Berlalu
atas permintaan Musica, biarpun dia merasa bahwa album asli sudah cukup; untuk
album ini pula dia bergabung dengan Gutawa. Album baru itu,
yang tetap diberi judul Badai Pasti Berlalu, memakan biaya
sebanyak Rp.800 juta untuk produksi dan promosi; biaya besar tersebut sebagian
disebabkan perlunya mencari orkes Australia lain, Victorian Philharmonic
Orchestra. Setelah
diluncurkan, album ini pun laris, dengan menjual 350.000 keping dalam beberapa
bulan. Sebagai promosi
untuk album ini, Chrisye mengadakan satu lagi konser di Plenary Hall di Jakarta
Convention Centre, yang diberi nama konser Badai; setelah ini, Chrisye
mendapatkan banyak tawaran untuk memanggung di berbagai tempat di seluruh
Indonesia. Menurut sebuah
wawancara dengan Kompas, pada saat ini
Chrisye mulai merasa telah menemukan jalan buntu, sebab dia sudah mencicipi
semua jenis musik yang ada. Namun, dia tetap
lanjut dengan kegiatan bernyanyi, termasuk menyanyikan lagu "Indonesia
Perkasa" pada acara pembukaan Pekan Olahraga Nasional ke-15 pada
tanggal 19 Juni 2000 di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada tahun 2001 Chrisye merilis album Konser Tur 2001, yang berisi dua
lagu baru dan beberapa yang lama. Video klip untuk salah satu lagu,
"Setia", menjadi kontroversial karena adanya adegan dengan wanita
berpakaian ketat. Tak lama
kemudian, Chrisye memutuskan untuk mendaur ulang lagu-lagu yang dianggap paling
penting sejak kemerdekaan Indonesia, dari dasawarsa 1940-an yang diwakili
"Kr. Pasar Gambir & Stambul Anak Jampang" karya Ismail Marzuki hingga akhir dasawarsa 1990-an yang
diwakili lagu "Kangen" karya Ahmad Dhani; album ini juga
termasuk satu lagu yang ditulis khusus untuk album ini oleh Pongky dari Jikustik serta dua duet
dengan Sophia Latjuba. Album yang
dihasilkan, Dekade, dirilis pada
tahun 2002; hingga Oktober 2003 lebih dari 350.000 terjual. Pada 15 Desember
2002, Chrisye pikut serta dalam konser Bali for the World – Voices of
Stars di Kartika Beach Plaza untuk mengumpulkan uang untuk membantu korban Bom Bali 2002; artis lain termasuk Melly Goeslaw, Gigi, Slank, dan Superman Is Dead. Pada 12 July 2004
Chrisye mengadakan konser ketiga, dengan judul Dekade, di Plenary Hall. Konser
ini, yang termasuk lagu-lagu dari album Dekade, termasuk duet dengan
Sophia Latjuba dan beberapa penyanyi asli, seperti Fariz RM dengan
"Sakura" dan A. Rafiq dengan
"Pengalaman Pertama"; orkes Gutawa sekali lagi mengiringi konser.
Chrisye lalu mulai mengerjakan studio album terakhirnya, Senyawa. Bekerja sama dengan berbagai artis Indonesia lain,
termasuk Project Pop, Ungu, dan Peterpan, dia juga menjadi produser album ini, menggantikan
Gutawa. Lagu "Bur-Kat", bersama Project Pop, merupakan usaha
pertamanya untuk bernyanyi rap. Album ini, yang
diluncurkan pada bulan November 2004, disambut dengan baik oleh pasar. Namun, Sony Music Entertainment Indonesia menolak bahwa ada
nama artis mereka di sampul. Oleh karena itu, Senyawa ditarik kembali,
lalu dirilis ulang tanpa nama-nama itu.
Kanker dan kematian (2005–2007)
Makam Chrisye di TPU Jeruk Purut
Pada bulan Juli 2005 dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah karena sesak nafas.
Setelah 13 hari dirawat, dia dipindahkan ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura, di
mana dia dinyatakan mengidap kanker paru-paru. Biarpun khawatir
bahwa dia akan kehilangan rambutnya yang gondrong, yang dia menganggap sebagai
bagian citranya, dia menjalani kemoterapi enam kali, dengan
perawatan pertama pada tanggal 2 Agustus 2005.
Kesehatan Chrisye membaik pada tahun 2006 dan dia merasa
cukup kuat untuk mengikuti wawancara panjang dengan Alberthiene Endah pada
bulan Mei dan November 2006 saat Alberthiene menulis biografinya.Dia juga
menghasilkan dua album kompilasi, Chrisye by Request dan Chrisye
Duets; namun, dia merasa kurang sehat untuk menghasilkan lagu baru. Akan tetapi, pada
awal Februari 2007 kondisi fisiknya kembali memburuk.
Pada 30 Maret 2007, Chrisye meninggal pada pukul 4:08 WIB di rumahnya di
Cipete, Jakarta Selatan. Dia dikebumikan
di TPU Jeruk Purut hari itu juga. Ratusan orang
menghadiri pemakamannya itu, termasuk Erwin Gutawa, Titiek Puspa, Ahmad Albar, Sophia Latjuba, dan Ikang Fawzi. Pemakaman ini
dinodai aksi beberapa pencopet, salah satunya
ditangkap tapi lalu dibebaskan.
Seratus hari setelah meninggalnya Chrisye, Musica mengeluarkan dua album
kompilasi. Album ini, dengan judul Chrisye in Memoriam – Greatest Hits
dan Chrisye in Memoriam – Everlasting Hits, termasuk empat belas
lagu per keping dari sepanjang kariernya bersama Musica. Pada tanggal 1
Agustus 2008, singel Chrisye terakhir, "Lirih", yang ditulis oleh
Aryono Huboyo Djati, diluncurkan. Lagu tersebut mula-mula dirahasiakan, dan
tanggal perekamannya tidak diketahui. Menurut Djati,
lagu itu direkam sebagia hiburan. Sebuah video klip yang disutradarai Vicky
Sianipar dan termasuk Ariel Peterpan, Giring Ganesha dari Nidji, dan janda
Chrisye lalu dirilis.
Gaya
Menurut Jockie, salah satu alasan mengapa Chrisye terpilih untuk merekam
"Lilin-Lilin Kecil" ialah karena suaranya yang khas, dengan timbre yang lembut, yang
cocok dengan keyboard yang digunakan di lagu tersebut; namun, Jockie merasa
bahwa suara Chrisye kehilangan dinamikanya apabila dicampur dengan musik yang
lembut, sehingga dia memasukkan nada rock ke album Jurang Pemisah. Erwin Gutawa
membandingkan suara Chrisye dengan sehelai kertas kosong, yang dapat diterapkan
untuk apa saja.
Seorang penulis untuk majalah Gatra menyebut gaya
manggung Chrisye "kaku", dengan gerakan yang sangat sedikit. Chrisye memilih
kostumnya sendiri dan terkadang-kadang mencoba desain dan warna baru. Dalam
musik video dia lebih suka menggunakan satu jenis baju saja; dia sampai
menyatakan kepada Kompas bahwa dia hanya hendak ganti baju kalau jatuh ke
selokan.
Warisan
Glenn Fredly (kiri) dalam suatu acara tribut untuk
Chrisye pada Java Jazz Festival 2009 di Jakarta
Chrisye sudah disebut penyanyi "legendaris" oleh beberapa
jurnalis. Pada tahun 2007,
majalah Rolling Stone Indonesia memilih Badai
Pasti Berlalu sebagai album Indonesia
terbaik sepanjang masa. Tiga album solo Chrisye juga masuk ke daftar tersebut: Sabda
Alam di urutan 51, Puspa Indah di urutan 57, dan Resesi di
urutan 82. Guruh Gipsy masuk di urutan kedua Ini kemudian
diikuti oleh pemilihan lima lagunya ("Lilin-Lilin Kecil" di urutan
13, "Kidung" di urutan 26, "Merpati Putih" di urutan 43,
"Anak Jalanan" di urutan 72, dan "Merepih Alam" di urutan
90) sebagai beberapa lagu Indonesia
terbaik sepanjang masa; lagu Guruh Gipsy "Indonesia
Maharddhika" masuk di urutan 59. Pada tahun 2011
mereka menyebut Chrisye sebagai penyanyi Indonesia terbaik ketiga. Eros Djarot
menyebut bahwa Chrisye mempunyai suara yang luar biasa, tetapi sering malu-malu
dan malas membahas isu sosial.
Menurut data dari Asosiasi Industri
Rekaman Indonesia, Badai Pasti Berlalu tahun 1977 adlah album
Indonesia paling laris urutan kedua, dengan sembilan juta keping terjual antara
tahun 1977 dan 1993. Pada tahun 1990
video musik untuk "Pergilah Kasih" menjadi klip Indonesia pertama
yang diputar di MTV Hong Kong; klip untuk "Sendiri Lagi" terpilih
sebagai klip Indonesia terbaik sepanjang masa pada acara Video Musik
Indonesia.
Pada tahun banyak artis Indonesia, termasuk Vina Panduwinata, Ahmad Albar, D'Cinnamons, dan Sherina Munaf, membawa 20 lagu Chrisye dalam konser
"Chrisye: A Night to Remember" di hotel Ritz Carlton, Jakarta. Konser tersebut
juga termasuk testimoni dari anak dan istrinya. Tiket untuk
konser tribut tersebut terjual habis.
Alberthiene Endah sudah menulis dua biografi Chrisye. Yang pertama, Chrisye:
Sebuah Memoar Musikal, diterbitkan pada tahun 2007 dan membahas masa kecil,
karier, dan perjuangan melawan kankernya. Yang kedua, The Last Words of
Chrisye, dirilis pada tahun 2010 dan membahas masa silam Chrisye.
Penghargaan
Chrisye menerima banyak penghargaan selama kariernya. Pada tahun 1979 dia
terpilih sebagai Penyanyi Pria I Kesayangan Angket Siaran ABRI.Album Sabda
Alam dan Aku Cinta Dia diberi sertifikasi emas, dan Hip Hip Hura,
Resesi, Metropolitan, dan Sendiri disertifikasi perak.
Chrisye menerima tiga BASF Awards, yang diadakan pembuat
compact cassette BASF sampai
pertengahan tahun 1990-an, untuk album paling laris; yang pertama diterima pada
tahun 1984 untuk Sendiri, lalu yang kedua pada tahun 1988 untuk Jumpa
Pertama dan yang terakhir pada tahun 1989 untuk Pergilah Kasih. Dia juga menerima
BASF Lifetime Achievement Award pada tahun 1994 untuk sumbangannya ke dunia
musik Indonesia; pada tahun yang sama dia menerima penghargaan sebagai Penyanyi
Rekaman Terbaik.Pada tahun 1997
dia menerima penghargaan Anugerah Musik Indonesia (AMI) untuk
Penyanyi Pop Pria Terbaik. Tahun berikutnya,
album Kala Cinta Menggoda menang sembilan AMI, termasuk Album Termaik;
Chrisye sendiri menerima penghargaan sebagai Penyanyi Pop Pria Terbaik,
Penyanyi Rekaman Terbaik, dan Perancang Grafis Terbaik (bersama dengan Gauri). Pada tahun 2007,
setelah dia sudah meninggal, dia menerima penghargaan SCTV Lifetime
Achievement Award pertama, yang diterima oleh putrinya Risty.
Kehidupan pribadi
Aciu Widjaja, yang sekarang menjadi President-Director Air Asia Indonesia,
menyatakan bahwa Chrisye adalah sosok yang sederhana; dia menjelaskan bahwa,
pada suatu saat dia, Chrisye, dan beberapa orang lain pergi ke luar negeri,
hanyalah Chrisye yang tidak mau belanja pakaian mewah atau mencari restoran
kelas dunia; dia justru makan di food court dan beli baju yang nyaman. Dalam
biografinya, Chrisye mencatat bahwa dia sering makan di warung tenda sampai
setelah menikah dan sering bingung ketika orang meremehkan hal tersebut. Guruh mengenang
bahwa Chrisye dapat tidur di mana saja saat mereka merancang album, bahkan di
bawah piano.
Setelah dia menikah dengan Yanti, istrinya itu berhenti karier bernyanyi
supaya bisa menjadi ibu rumah tangga. Setelah pasangan itu beranak, kadang-kadang
Chrisye tidak dapat menghabiskan waktunya bersama mereka karena terlalu sibuk
memanggung atau merekam album; namun, dia berusaha untuk mencuri waktu, bahkan
menjemput anak-anak dari sekolah. Pada sebuah wawancara pada tahun 1992,
Chrisye menyatakan bahwa anak-anaknya tidak ingin menjadi artis seperti orang
tua mereka sebab mereka sudah merasakan tekanan karier itu.
Diskografi pilihan
Selama kariernya, Chrisye merilis 31 album. Ini termasuk satu dengan Guruh
Gipsy, 21 album studio, dan sembilan album kompilasi. Semua album
solonya setelah Sabda Alam menjual lebih dari 100.000 keping. Dalam sebuah
wawancara dengan Kompas pada tahun 1992, Chrisye menyatakan bahwa dia jatuh
sakit setiap kali merekam album, sebagai akibat tekanan untuk mempromosi
album-album tersebut.
Chrisye juga merilis banyak singel, dengan beberapa
dijadikan lagu tema sinetron. "Pengalaman Pertama" digunakan untuk Ganteng-Ganteng
Kok Monyet, "Cintaku" dari album Badai Pasti Berlalu yang
sudah di-remaster digunakan untuk Gadis Penakluk, dan
"Seperti Yang Kau Minta" digunakan untuk Disaksikan Bulan.
Bersama Guruh Gipsy
- 1976 – Guruh Gipsy
Album studio
- 1977 – Jurang Pemisah
- 1978 – Sabda Alam
- 1979 – Percik Pesona
- 1980 – Puspa Indah
- 1981 – Pantulan Cita
- 1983 – Resesi
- 1984 – Metropolitan
- 1984 – Nona
- 1984 – Sendiri
- 1985 – Aku Cinta Dia
- 1985 – Hip Hip Hura
- 1986 – Nona Lisa
- 1988 – Jumpa Pertama
- 1989 – Pergilah Kasih
- 1993 – Sendiri Lagi
- 1996 – AkustiChrisye
- 1997 – Kala Cinta Menggoda
- 1999 – Badai Pasti Berlalu
- 2002 – Dekade
- 2004 – Senyawa
Album jalur suara
- 1977 – Badai Pasti Berlalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar